Kebijakan bidang kelautan dan pesisir didasarkan pada obyektivitas ilmiah (scientific objectivity) yang dibangun berdasarkan asas partisipatif dan diarahkan agar rakyat sebagai penerima manfaat terbesar. Kebijakan strategis ini diharapkan dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, mengembangkan harkat dan martabat bangsa serta mampu mensejajarkan diri dengan komunitas negara maju didunia tanpa mengurangi estetika dan kearifan lokal.
Terminologi pemikiran konsep pembangunan sektor kelautan masih didominasi oleh terminologi pemikiran Michael Redclif tentang konsep pembangunan berkelanjutan. Feyereban yang seorang pakar ekonomi pembangunan mengutarakan bahwa dalam memahami pemikiran pembangunan diperlukan penggabungan tradisi abstrak yang didominasi pemikiran barat dengan tradisi historis yang menjadi ciri utama negara-negara sedang berkembang. Pembangunan sektor kelautan yang semacam ini dimana pengetahuan lokal menjadi landasan utama yang mensyaratkan ciri-ciri endogen berikut:
- bahwa unit sosial dari pembangunan itu haruslah suatu komunitas yang dibatasi oleh suatu ikatan budaya, dan pembangunan itu harus berakar pada nilai-nilai dan pranatanya;
- adanya kemandirian, yakni setiap komunitas bergantung pada kekuatan dan sumberdayanya sendiri bukan pada kekuatan luar;
- adanya keadilan sosial dalam masyarakat; dan
- keseimbangan ekologis, yang menyangkut kesadaran akan potensi ekosistem lokal dan batas-batasnya pada tingkat lokal dan global (Kusumastanto, 2002).
Strategi pemberdayaan masyarakat harus mempertimbangkan karakteristik masyarakat pesisir, khususnya nelayan sebagai komponen yang paling banyak, serta cakupan atau batasan pemberdayaan maka sudah tentu pemberdayaan nelayan patut dilakukan secara komprehensif. Pembangunan yang komprehensif, menurut Asian Development Bank (ADB) mencakup lima kategori penting, yaitu:
- berbasis lokal;
- berorientasi pada peningkatan kesejahteraan;
- berbasis kemitraan;
- secara holistic; dan
- berkelanjutan.
Pembangunan yang melibatkan sumber daya lokal dan dapat dinikmati oleh masyarakat lokal menjadi tolak ukur suksesnya pembangunan yang berbasis lokal. Pembangunan berbasis lokal tidak membuat penduduk lokal sekedar penonton dan pemerhati di luar sistem, tetapi melibatkan mereka dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan yang menitikberatkan pada kesejahteraan masyarakat adalah tujuan dari pembangunan sesungguhnya. pembangunan ini bukan sekedar usaha peningkatan produksi, justru sebagai pencapaian pembangunan yang diarahkan pada pemenuhan ekonomi makro. wujud pembentukan pembangunan yang komprehensif dilakukan dengan bentuk usaha kemitraan yang saling menguntungkan (mutualisme) dengan masyarakat lokal. Kemitraan ini akan membuka akses masyarakat lokal terhadap teknologi, pasar, pengetahuan, modal, manajemen yang lebih baik, serta pergaulan bisnis yang lebih luas.
Kebanyakan masyarakat pesisir memang bergantung pada kegiatan sektor kelautan (perikanan), tetapi itu tidak berarti bahwa semua orang harus bergantung pada perikanan. Akibat dari semua orang menggantungkan diri pada perikanan yaitu kemungkinan terjadinya degradasi sumber daya ikan, penurunan produksi, kenaikan biaya produksi, penurunan pendapatan dan penurunan kesejahteraan. oleh karena itu diperlikan pembangunan yang holistik yang mencakup segala aspek. Pembangunan yang berkelanjutan juga mencakup aspek ekonomi dan sosial yang berarti bahwa pembangunan tidak harus melawan, merusak dan atau menggantikan system dan nilai sosial yang positif yang telah teruji sekian lama dan telah dipraktekkan oleh masyarakat. Pembangunan harus lebih bersahabat dengan estetika dan kearifan lokal masyarakat pesisir itu sendiri.
"berbagai sumber"
0 comments
Post a Comment