Indonesia tercatat sebagai negara mega-diversity (keanekaragaman hayati paling tinggi) terbesar kedua setelah Brazil. Sumber daya hayati pesisir dan lautan Indonesia sangat kaya, di antaranya populasi ikan hias yang diperkirakan sekitar 263 jenis, terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove dan berbagai bentang alam pesisir atau coastal landscape yang unik lainnya membentuk suatu pemandangan alamiah yang begitu menakjubkan. Namun, kekayaan tersebut mengalami ancaman pencurian dan pengeboman serta pembiusan satwa bawah laut yang datang sewaktu-waktu.
Tak hanya itu, kekayaan hayati Indonesia di hutan juga banyak berkurang. Berdasarkan data Global Forest Resources Assesment 2005 yang diterbitkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO, 2006), Indonesia adalah negara kedua yang kehilangan hutan terbanyak di dunia setelah Brasil, yakni 1,871 hektar per tahun antara tahun 2000-2005. Saat ini, luas hutan di Indonesia diperkirakan tinggal 88 juta hektar dan berada pada urutan kedelapan dunia setelah Kongo, dalam hal penguasaan hutan tropis yang tersisa di dunia. Padahal, tahun 1995, Indonesia masih tercatat sebagai negara di urutan kedua setelah Brazil dalam penguasaan hutan tropis, dengan luas hutan mencapai 100 juta hektar atau sekitar 10 persen dari hutan tropis yang tersisa di dunia.
Oleh karena ada kecenderungan penyalahgunaan dan tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap keanekaragaman hayati, maka diperlukan gerakan dan sentuhan spiritual yang mampu mengatasinya. Gagasan ini mengingat adanya keterbatasan upaya manusiawi dan lahiriah untuk menjaga dan menyelamatkan alam semesta di Indonesia, sementara keterancaman alam dan gangguan terhadap keanekaragaman hayati berjalan setiap waktu.
Sebaliknya, melalui ungkapan syukur atas kekayaan alam Indonesia. Kedua regulasi kita memperkuat hal itu. Pertama, UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mendefinisikan Taman Nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Manfaat Taman Nasional ada 5, yakni untuk keperluan ekonomi, ekologi, estetika, pendidikan dan penelitian, jaminan masa depan.
Kedua, UU 10/2009 tentang Kepariwisataan menyatakan pariwisata memiliki 10 tujuan (Pasal 4) sebagai berikut, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan antarbangsa.
Hanya dengan rasa menghormati dan mensyukuri kekayaan hayati yang merupakan buah dari menyakralkan alam dan keanekaragaman hayati di Indonesialah ancaman bencana dapat diminimalisir. Sebaliknya, kepariwisataan justru menjadi media yang strategis dan mudah diakses bagi masyarakat untuk lebih mengenali dan menikmati keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia.
0 comments
Post a Comment