Tuesday, August 9, 2011

Laut Indonesia Sebagai Carbon Sinks

Tumbuhan menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan melepaskan gas oksigen kembali ke atmosfer untuk proses fotosintesa. Dari literatur dan jurnal yang ada, carbon sinks adalah istilah yang sering digunakan di bidang perubahan iklim. Istilah ini berkaitan dengan fungsi hutan dan laut sebagai penyerap (sink) dan penyimpan (reservoir) karbon. Daratan maupun lautan berfungsi menjadi tempat menyerap gas karbon dioksida (CO2). Gas ini dapat diserap oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis, sedangkan di lautan, gas karbon dioksida digunakan oleh fitoplankton untuk proses fotosistesis, dapat tenggelam ke dalam laut beserta dengan pemakan fitoplakton dan predator tinggi lainnya. Proses perpindahan gas karbon dioksida dari atmosfer (lautan dan daratan) disebut sebagai carbon sequestration.

Di perairan laut, keberadaan fitoplankton sangat berpengaruh. Fitoplankton akan mengekstrak karbon dari gas karbon dioksida dari atmosfer untuk proses fotosintesa. Fitoplankton merupakan mikroalgae yang melayang di permukaan air dan pergerakannya lebih banyak dibantu oleh arus laut, merupakan biota yang dapat dimanfaatkan sebagai penyerap gas CO2 secara maksimal. Proses sederhana ini dapat terjadi di permukaan laut dan membutuhkan beberapa syarat seperti cukupnya sinar matahari untuk proses fotosintesa dan nutrisi di permukaan laut untuk mendukung pertumbuhan plankton di permukaan laut. Nutrisi tersebut berupa nutrient (nitrat dan fosfat) yang berasal dari aliran sungai, aktifitas industri dan manusia yang bermuara di laut serta dari proses alamiah seperti kenaikan massa air laut ke atas (upwelling).

Kita tahu kalau peran fitoplankton di laut sangat berhubungan dengan produktifitas ikan, plankton merupakan makanan ikan kecil, dan ikan kecil dimakan ikan besar dan seterusnya (rantai makanan), dimana terdapat gerombolan plankton menandakan bahwa perairan laut tersebut merupakan perairan yang subur. Selain sebagai manakan ikan kecil, fitoplankton juga berfungsi sebagai Carbon Sinks. Di Indonesia belum ada research atau penelitian mengenai neraca karbon dari biomassa (fitoplankton) dari perairan tropis.

Fitoplankton adalah biota utama yang memfiksasi karbon di suatu badan air. Karbon dioksida yang terlarut di dalam air (disebut sebagai DIC atau Dissolved Inorganic Carbon) bersama-sama dengan nutrient serta bantuan cahaya akan digunakan oleh fitoplaknton untuk membangun sel tubuhnya. Selanjutnya, siklus karbon akan dilanjutkan ketika sel-sel fitoplaknton yang mati serta feses yang berasal dari zooplankton yang memangsa fitoplankton akan tenggelam perlahan yang menhasilkan Particulate Organic Carbon/POC maupun Dissolved Organic Carbon/DOC ke dasar perairan. Dalam perjalanannya DOC dapat terdekomposisi, namun POC akan tenggelam ke dasar perairan. Di dasar perairan inilah karbon akan terkubur dalam jangka waktu yang lama.

Di daerah tropis ada kecenderungan sepanjang tahun mempunyai konsentrasi fitoplankton (produser primer) yang continue. Siklus hidup fitoplankton hanya dalam skala jam hingga hari, dibandingkan dengan siklus hidup tumbuhan darat yang memakan waktu musiman hingga tahunan.

Indonesia memiliki luas laut yang sangat luas, dimana didalamnya terdapat terumbu karang, mangrove, padang lamun dan biomassa laut (fitoplankton) itu sendiri, sehingga potensi penyerapan karbon baik yang dilakukan fitoplakton atau biota laut lainnya sangatlah besar. Untuk luas Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia (2.914.878 km2) terdapat potensi penyerapan karbon 59,2 juta ton/tahun (McNeil, 2003); luas terumbu karang (61.000 km2) dapat menyerap karbon 65,7 juta ton/tahun; hutan bakau (93.000 km2) potensi penyerapan karbon hingga 67,7 juta ton/tahun; padang lamun (30.000 km2) potensi penyerapan karbon hingga 50,3 juta ton/tahun dan Fitoplankton (contoh 5.8 juta km2) potensial penyerapan karbonnya 36,1 juta ton/tahun (DKP, 2007) dan 3.5 juta ton per tahun (Darmawan, unpublished), berdasarkan pada produktivitas primer.

Dengan menggabungkan informasi potensi laut Indonesia dalam penyerapan karbon dan iklim beserta kajian proses carbon sequestrationnya yang terjadi dapat memberikan gambaran potensi laut benua maritim Indonesia dalam menyerap karbon dari gas-gas rumah kaca. Jumlah karbon yang dapat diserap di perairan Indonesia dapat diperdagangkan melalui mekanisme Clean Development Mechanism (CDM) di damana di dalamnya menyebutkan bahwa negara berkembang dapat menjual kredit penurunan emisi kepada negara maju yang berkewajiban menurunkan emisi. Hasil penelitian carbon sequastration oleh fitoplankton tersebut merupakan masukan penting dan modal utama bagi Indonesia dalam perdagangan karbon dunia. Untuk menindaklanjuti Protokol Kyoto, sudah saatnya negara kepulauan seperti Indonesia memberikan inisiatif kepada dunia bahwa perlu diketahui dan dapat memasukkan unsur penyerapan laut dalam perdagangan emisi dalam menyerap karbon. 

Source: berbagai sumber

0 comments

Post a Comment